Proses pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan elemen krusial dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan yang efisien, transparan, dan akuntabel. Namun, dalam praktiknya, proses ini sesekali terdengar menghadapi intervensi nakal dari oknum aparat penegak hukum, yang dapat menimbulkan berbagai masalah hukum dan administratif yang serius. Tulisan lepas ini hanya menguraikan singkat aspek pelanggaran hukum dari intervensi tersebut, efek buruk yang ditimbulkan, serta seklumit contoh konkrit permasalahannya. Tanpa niatan fitnah, tapi lebih mengajak semua pihak terkait menjauhkan hal-hal dari permasalahan hina ini. Ingat, ini hanya fokus pada Sang Oknum, dan kebutuhan perbaikan system.
Aspek Pelanggaran Hukum
Intervensi nakal oleh oknum aparat penegak hukum dalam proses pengadaan pemerintah melibatkan berbagai bentuk pelanggaran hukum, termasuk:
- Penyuapan dan Gratifikasi, yaitu tindakan pemberian atau penerimaan suap dan gratifikasi dalam konteks pengadaan barang/jasa. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU Nomor 31 tahun 1999.
- Penyalahgunaan Wewenang, yaitu ketika oknum aparat penegak hukum yang menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi proses pengadaan secara tidak sah. Ini melanggar ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta Peraturan perubahannya, yang mengedepankan prinsip-prinsip transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas.
- Pemerasan, yaitu ketika oknum aparat penegak hukum yang memaksa pejabat pengadaan atau penyedia barang/jasa untuk memberikan uang atau barang berharga dengan ancaman. Ini merupakan pelanggaran hukum pidana sesuai dengan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
Efek Buruk dari Intervensi Nakal
Intervensi nakal oleh oknum aparat penegak hukum dalam proses pengadaan pemerintah menimbulkan berbagai efek buruk yang merusak, antara lain:
- Korupsi dan Inefisiensi. Praktik penyuapan dan gratifikasi mengakibatkan korupsi yang merusak integritas proses pengadaan. Hal ini menyebabkan inefisiensi karena biaya pengadaan menjadi lebih tinggi akibat suap yang harus dibayarkan oleh penyedia.
- Kehilangan Kepercayaan Publik. Intervensi nakal mengikis kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan keadilan sistem pengadaan pemerintah. Masyarakat menjadi skeptis terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola dana publik secara transparan dan akuntabel.
- Kualitas Barang/Jasa yang Buruk. Penyedia yang dipilih melalui intervensi nakal mungkin tidak memiliki kualifikasi yang memadai, sehingga barang/jasa yang disediakan tidak memenuhi standar kualitas yang diharapkan.
- Gangguan terhadap Pembangunan. Proyek-proyek penting dapat tertunda atau terhambat karena adanya intervensi nakal, yang mengakibatkan ketidakpastian dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek.
Contoh Konkret Permasalahan
- Kasus Suap dalam Proyek Infrastruktur. Seorang pejabat pengadaan dipaksa oleh oknum aparat penegak hukum untuk menerima penawaran dari perusahaan tertentu yang memberikan suap, meskipun perusahaan tersebut tidak memenuhi kualifikasi teknis. Akibatnya, proyek infrastruktur mengalami penurunan kualitas dan peningkatan biaya.
- Intimidasi terhadap Pejabat Pengadaan. Oknum aparat penegak hukum mengancam akan menyelidiki dan menuntut pejabat pengadaan jika mereka tidak memilih penyedia yang sudah “dianjurkan”. Hal ini menyebabkan pejabat pengadaan merasa tertekan dan tidak bisa menjalankan tugasnya secara objektif.
- Pemerasan terhadap Penyedia Barang/Jasa. Seorang penyedia dipaksa membayar sejumlah uang kepada oknum aparat penegak hukum agar kontrak pengadaan mereka tidak dibatalkan atau dipersulit. Ini menyebabkan penyedia menaikkan harga barang/jasa untuk menutupi biaya pemerasan, yang pada akhirnya merugikan pemerintah dan masyarakat.
Jahatnya Efek Intervensi Nakal
Intervensi nakal oleh oknum aparat penegak hukum dalam proses pengadaan pemerintah memiliki efek jahat yang mendalam dan luas. Praktik ini tidak hanya merusak proses pengadaan itu sendiri, tetapi juga merusak seluruh sistem pemerintahan dan pembangunan nasional. Beberapa dampak jahat yang signifikan meliputi:
- Distorsi Pasar. Intervensi nakal menciptakan distorsi dalam pasar pengadaan barang/jasa, di mana penyedia yang tidak kompeten mendapatkan keuntungan atas penyedia yang kompeten. Hal ini mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak efisien dan merugikan perekonomian.
- Merusak Moral dan Etika. Praktik korupsi yang melibatkan intervensi nakal merusak moral dan etika pejabat publik serta penyedia barang/jasa. Budaya korupsi yang berkembang dapat menyebar luas dan sulit diberantas.
- Meningkatkan Biaya Publik. Biaya pengadaan yang meningkat akibat suap dan gratifikasi pada akhirnya ditanggung oleh masyarakat melalui anggaran publik. Hal ini mengurangi kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan publik yang berkualitas.
- Menghambat Pembangunan Berkelanjutan. Proyek-proyek infrastruktur dan layanan publik yang terhambat atau berkualitas rendah menghambat upaya pembangunan berkelanjutan, yang berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dari sekelumit cuplikan berpikir di atas, terasa betul intervensi nakal oleh oknum aparat penegak hukum dalam proses pengadaan pemerintah adalah masalah serius yang memerlukan perhatian dan tindakan tegas. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum tersebut merusak integritas dan efisiensi proses pengadaan, mengikis kepercayaan publik, dan menghambat pembangunan. Regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang adil sangat penting untuk menangani masalah ini dan memastikan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah berjalan sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi. Dengan demikian, pemerintah dapat mengelola dana publik secara lebih efektif dan menyediakan layanan yang berkualitas bagi masyarakat.
Sekali lagi tulisan ini tanpa niatan fitnah, tapi lebih mengajak semua pihak terkait menjauhkan hal-hal yang membuat permasalahan hina ini terjadi.
Semoga Tuhan Yang Maha Penyayang dan Maha Membalas, membukakan hidayah jika memang ada oknum aparat penegak hukum yang culas dalam menjalannya posisi amanah jabatannya.