PENGGUNA ANGGARAN DAN KUASA PENGGUNA ANGGARAN DALAM PENYELENGGARAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH (BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2018)

Pengelolaan keuangan negara/daerah merupakan rangkaian instrumen pemerintah untuk mencapai tujuan bernegara yang dicita-citakan, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Dalam ikhtiar mewujudkan cita-cita tersebut, peraturan dan ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara/daerah disusun proses kerjanya, termasuk tata kelola Sumber Daya Manusia (SDM) terkait dalam pengelolaan keuangan. SDM tersebut memainkan peranan penting dalam pengelolaan keuangan negara, baik dalam lingkup Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Peranan penting tersebut tercermin dari keterlibatan SDM tersebut dalam fungsi perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pertanggungjawaban keuangan. Aspek SDM dalam rangka pengelolaan APBN/APBD diatur di dalam Bab II Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang secara spesifik mengatur tentang Pejabat Perbendaharaan Negara. Di dalam regulasi tersebut, Pejabat Perbendaharaan Negara terdiri dari Pengguna Anggaran, Bendahara Umum Negara/Daerah, dan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran.

Pengadaan barang/jasa pemerintah menjadi bagian dari proses pengelolaan keuangan negara/daerah tersebut, baik dari sisi keuangan tersebut yang dipergunakan untuk pengadaan, ataupun pengadaan yang dilakukan merupakan bentuk pencapaian tujuan dari alokasi keuangan dimaksud. Sehingga dalam fungsi penyelenggaraan pengadaan ini, Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menjadi pihak yang dominan dalam tata kelola pelaksanaannya. PA merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah. Sedangkan untuk KPA, pada pelaksanaan APBN KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan. Adapun KPA pada pelaksanaan APBD merupakan pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan penggunaan anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.

Secara khusus dalam penyelenggaraan pengadaan barang/jasa pemerintah diatur di dalam Pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, PA memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut :

  1. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja ;
  2. Mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan ;
  3. Menetapkan perencanaan pengadaan ;
  4. Menetapkan dan mengumumkan RUP ;
  5. Melaksanakan konsolidasi pengadaan barang/jasa ;
  6. Menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal ;
  7. Menetapkan PPK;
  8. Menetapkan Pejabat Pengadaan ;
  9. Menetapkan PjPHP/PPHP ;
  10. Menetapkan penyelenggara Swakelola ;
  11. Menetapkan Tim Teknis ;
  12. Menetapkan Tim Juri/Tim Ahli untuk pelaksanaan Sayembara/Kontes ;
  13. Menyatakan Tender Gagal/Seleksi Gagal ;
  14. Menetapkan pemenang pemilihan/penyedia untuk metode pemilihan : 1) Tender/Penunjukan langsung/E-Purchasing untuk paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp.100.000.000.000 (seratus miliar rupiah); atau 2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Adapun untuk KPA, tanggungjawab dan kewenangan yang dimiliki adalah berdasarkan pendelegasian kewenangan yang dilimpahkan dari PA. Untuk pengelolaan APBN, PA dapat melimpahkan kewenangan di atas kepada KPA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana kewenangan di Pasal 9 tersebut. Adapun Untuk pengelolaan APBD, PA dapat melimpahkan kewenangan kepada KPA hanya untuk kewenangan pada huruf a sampai dengan huruf f. Selain kewenangan sebagaimana tersebut di atas, tambahan tugas KPA adalah berwenang menjawab sanggah banding peserta tender Pekerjaan Konstruksi dan KPA dapat menugaskan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan kewenangan terkait tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja dan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan (Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).

Dapat diulas secara singkat tugas dan kewenangan sebagai PA/KPA sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, sebagai berikut :

  1. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja

    PA/KPA bertanggung jawab secara formal dan materiil atas pelaksanaan kegiatan yang berada dalam penguasaannya. Tanggung jawab formal merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenang PA/KPA dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana tersurat di dalam peraturan. Sedangkan tanggung jawab materiil merupakan tanggung jawab atas penggunaan anggaran dan keluaran (output) yang dihasilkan atas beban anggaran negara.

    Salah satu pelaksanaan tanggung jawab PA/KPA atas pelaksanaan tugas ini adalah dilakukan dalam bentuk merumuskan standar operasional agar pelaksanaan pegeluaran anggaran belanja melalui Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan tentang Pengadaan Barang/Jasa pemerintah. Standar Operasional Prosedur atau disingkat dengan SOP adalah dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologis untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja dengan biaya yang serendah-rendahnya. SOP juga dapat dikatakan sebagai acuan atau pedoman untuk melakukan pekerjaan atau tugasnya sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja para karyawan sesuai indikator-indikator administrasi, teknik dan prosedural berdasarkan tata kerja, sistem kerja dan prosedur kerja pada unit kerja yang berkaitan.

  2. Mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan

    PA/KPA membuat perjanjian dengan Penyedia atau dengan pihak dalam pelaksanaan swakelola sebagai bagian dari penyelenggaraan pengadaan pengadaan sesuai dengan alokasi waktu dan besaran anggaran. Penyedia dan pelaksana swakelola yang berkontrak dengan PA/KPA adalah pihak yang telah melewati proses pemilihan penyedia atau ditetapkan sebagai pelaksana swakelola.

    Bentuk perjanjian dengan penyedia yang dimaksud di sini dapat berbentuk : 1) bukti pembelian/ pembayaran; 2) kuitansi; 3) Surat Perintah Kerja (SPK); 4) surat perjanjian; dan 5) surat pesanan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 28 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018.

  3. Menetapkan Perencanaan Pengadaan

    Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBN dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan RKAK/L setelah penetapan Pagu Indikatif. Sedangkan Perencanaan Pengadaan yang dananya bersumber dari APBD dilakukan bersamaan dengan proses penyusunan RKA Perangkat Daerah setelah nota kesepakatan Kebijakan Umum APBD serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).

    Perencanaan pengadaan disusun oleh PPK, untuk selanjutnya PA/KPA menetapkan dokumen perencanaan pengadaan tersebut. Proses dari PPK yang menyusun kemudian PA/KPA yang menetapkan membentuk suatu skema bahwa PPK perlu menjelaskan sedemikian rupa tentang perencanaan yang telah disusun kepada PA/KPA, sehingga PA/KPA memahami dan menyepakati perencanaan tersebut. Penggunaan kata “menetapkan” menuntut PA/KPA tidak dapat sembarangan membubuhkan tandatangan sebelum PA/KPA memahami atas maksud dokumen yang ditandatangi. PA/KPA memiliki kewenangan untuk menolak atau memerintahkan revisi jika terdapat dokumen perencanaan yang tidak sesuai aturan atau tidak memenuhi kebutuhan. Untuk itu diperlukan waktu yang cukup bagi PA/KPA untuk mempelajari dokumen perencanaan yang akan ditetapkan, sampai meyakini atas kelayanan penetapan.

    Perencanaan pengadaan meliputi identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa. Berdasarkan cara pengadaan, maka perencanaan pengadaan terdiri atas: a. Perencanaan pengadaan melalui Swakelola; dan/ atau b. Perencanaan pengadaan melalui Penyedia.

    Perencanaan pengadaan melalui Swakelola meliputi: a. penetapan tipe Swakelola; b. penyusunan spesifikasi teknis/KAK; dan c. penyusunan perkiraan biaya/ Rencana Anggaran Biaya (RAB). Adapun perencanaan pengadaan melalui Penyedia meliputi: a. penyusunan spesifikasi teknis/KAK; b. penyusunan perkiraan biaya/RAB; c. pemaketan Pengadaan Barang/Jasa; d. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa; dan e. penyusunan biaya pendukung.

    Dokumen tersebut perlu jelas disusun dan selanjutnya ditetapkan menjadi produk perencanaan pengadaan, sebagai masukan dalam menyusun Perencanaan Pengadaan menjadi masukan dalam

    penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perangkat Daerah (RKA Perangkat Daerah).

  4. Menetapkan dan mengumumkan RUP

    Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa (RUP) adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah. Perencanaan Pengadaan yang telah disusun dituangkan ke dalam RUP oleh PPK, yang diinput melalui melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP), untuk selanjutnya disetujui oleh PA/KPA untuk penayangan. Pada aplikasi SIRUP, PA/KPA atau melakukan aktivitas klik mengumumkan untuk menayangkan pengumuman RUP.

    Pengumuman RUP Kementerian/Lembaga dilakukan setelah penetapan alokasi anggaran. Pengumuman RUP Perangkat Daerah dilakukan setelah rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

  5. Melaksanakan konsolidasi pengadaan barang/jasa

    Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis. Konsolidasi dilakukan sesuai dengan kewenangan masing-masing pihak dalam perencanaan pengadaan, yaitu: a) PA dapat mengkonsolidasikan paket antar KPA dan/atau antar PPK; b) KPA dapat mengkonsolidasikan paket antar PPK; dan c) PPK dapat mengkonsolidasikan paket di area kerjanya masing-masing.

    Konsolidasi pegadaan ini dilakukan pada kegiatan pemaketan Pengadaan Barang/Jasa atau perubahan RUP, dengan memperhatikan kebijakan pemaketan.

  6. Menetapkan Penunjukan Langsung untuk Tender/Seleksi ulang gagal

    Terkadang proses tender/seleksi tidak berjalan mulus sekali langsung mendapatkan penyedia. Bisa saja sampai beberapa kali proses tender ulang, baru diperoleh penyedia yang lulus penawaran dan kualifikasi. Dalam hal Tender/Seleksi ulang gagal, Pokja Pemilihan dapat melakukan Penunjukan Langsung. Namun terdapat syarat yang harus dipenuhi di samping telah terjadinya 2 (dua) kali tender/seleksi gagal tersebut. Ketentuan dapat dilakukan penunjukan langsung ini adalah adanya persetujuan PA/KPA untuk dilakukan Penunjukan langsung, dengan kriteria: 1) kebutuhan tidak dapat ditunda; dan 2) tidak cukup waktu untuk melaksanakan Tender/Seleksi.

  7. Menetapkan PPK

    Sebagaimana penjelasan sebelumnya, PPK merupakan pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/ KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah. Uraian tugas PPK sebagaimana diatur Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (akan dijelaskan di bawah).

    Untuk diangkat sebagai PPK, maka terdapat syarat yang harus dipenuhi. Pasal 5 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa mengatur bahwa untuk diangkat menjadi PPK, maka harus terpenuhi syarat untuk pengangkatan. Syarat dimaksud adalah : 1) Memiliki integritas dan disiplin; 2) Menandatangani Pakta Integritas; 3) Memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK; 4) Berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara; dan 5) Memiliki kemampuan manajerial level 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Syarat tersebut dapat ditambahkan persyaratan dengan memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai dengan tuntutan teknis pekerjaan.

    (Penjelasan lebih lanjut syarat PPK sebagaimana telah dibahas di tulisan sebelumnya tentang : PPK Dalam Penyelenggaraan PBJP)

  8. Menetapkan Pejabat Pengadaan

    Pejabat Pengadaan adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan/atau E-purchasing. Pejabat Pengadaan dalam Pengadaan Barang/Jasa memiliki tugas: 1) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Pengadaan Langsung; melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); 2) melaksanakan persiapan dan pelaksanaan Penunjukan Langsung untuk pengadaan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah); dan 3) melaksanakan E-purchasing yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

    Untuk dapat PA/KPA mengangkat Pejabat Pengadaan, maka orang yang akan diangkat sebagai pejabat pengadaan harus memenuhi persyaratan : 1) Memiliki integritas dan disiplin; 2) Menandatangani Pakta Integritas; 3) Memiliki Sertifikat Kompetensi okupasi Pejabat Pengadaan.

  9. Menetapkan PjPHP/PPHP

    Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP) adalah pejabat administrasi/pejabat fungsional/ personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa, yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Adapun Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PPHP) merupakan tim yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa, yang bernilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Jasa Konsultansi yang bernilai paling sedikit di atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

    PjPHP/PPHP melakukan pemeriksaan administratif proses pengadaan barang/jasa sejak perencanaan pengadaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan, meliputi dokumen program/penganggaran, surat penetapan PPK, dokumen perencanaan pengadaan, RUP/SIRUP, dokumen persiapan pengadaan, dokumen pemilihan Penyedia, dokumen Kontrak dan perubahannya serta pengendaliannya, dan dokumen serah terima hasil pekerjaan.

    Untuk dapat PA/KPA mengangkat PjPHP/PPHP, maka orang yang akan diangkat sebagai PjPHP/PPHP harus memenuhi persyaratan : 1) memiliki integritas dan disiplin; 2) memiliki pengalaman di bidang Pengadaan Barang/Jasa; 3) memahami administrasi proses pengadaan barang/jasa; dan menandatangani Pakta Integritas.

  10. Menetapkan penyelenggara Swakelola

    Penyelenggara Swakelola adalah Tim yang menyelenggarakan kegiatan secara Swakelola. Penyelenggara Swakelola terdiri atas: 1) Tim Persiapan; 2) Tim Pelaksana; dan 3) Tim Pengawas.

    Penetapan/pengangkatan Penyelenggara Swakelola dilakukan sebagai berikut: 1) Swakelola tipe I Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh PA/KPA; 2) Swakelola tipe II Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA penanggungjawab anggaran serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Pimpinan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain pelaksana swakelola; 3) Swakelola tipe III Tim Persiapan dan Tim Pengawas ditetapkan oleh PA/KPA serta Tim Pelaksana ditetapkan oleh Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan pelaksana swakelola; atau 4) Swakelola tipe IV Penyelenggara Swakelola ditetapkan oleh Pimpinan Kelompok Masyarakat pelaksana swakelola.

  11. Menetapkan Tim Teknis

    Dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA/PPK/Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh Tim Teknis. Tim Teknis dimaksud dibentuk dari unsur Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah yang fungsinya untuk membantu, memberikan masukan, dan melaksanakan tugas tertentu terhadap sebagian atau seluruh tahapan Pengadaan Barang/Jasa, sesuai dengan kebutuhan kerja. Contoh peruntukannya seperti ketika Pejabat Penandatangan Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap hasil pekerjaan, maka dapat dibantu tim teknis untuk memberikan masukan teknis hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh penyedia.

  12. Menetapkan Tim Juri/Tim Ahli untuk pelaksanaan Sayembara/Kontes

    Seperti halnya tim teknis, dalam melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa, PA/KPA/PPK/Pokja Pemilihan dapat dibantu oleh Tim/Tenaga Ahli atau Tim Juri. Ahli atau Juri ini dapat berbentuk tim atau perorangan, dalam rangka memberi masukan dan penjelasan/pendampingan/pengawasan terhadap sebagian atau seluruh pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, sesuai dengan kebutuhan.

  13. Menyatakan Tender Gagal/Seleksi Gagal

    PA/KPA memiliki kewenangan untuk menyatakan sebuah proses tender/seleksi gagal. Kewenangan tersebut dilakukan atas kondisi ketika terdapat unsur Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang melibatkan Pokja Pemilihan/PPK.

  14. Menetapkan pemenang pemilihan/penyedia

    Kewenangan ini dilaksanakan untuk kondisi pada proses pemilihan penyedia : 1) Tender/Penunjukan langsung/E-Purchasing untuk paket pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp.100.000.000.000 (seratus miliar rupiah); atau 2) Seleksi/Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa Konsultansi dengan nilai pagu anggaran paling sedikit di atas Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

Hal lain yang sangat perlu diperhatikan terkait tugas dan peran PA/KPA dalam pengadaan adalah ketika PA berbagi tugas atau mendelegasikan kewenangan kepada KPA atau ketika PA/KPA berbagi tugas atau mendegasikan kewenangan kepada PPK. Berdasarkan uraian sebelumnya di atas, tugas dan wewenang “melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja” dan “mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan” merupakan kewenangan yang dapat dilimpahkan dari PA/KPA kepada PPK. PPK menjadi pihak yang diberikan amanah berupa penugasan untuk menjalan peran penting mengelola pelaksanaan pengadaan barang/jasa, mulai dari proses perencanaan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Secara tersurat pengaturan yang muncul dalam peran ini di Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 adalah :

  1. Pasal 9 ayat 2 dan ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur bahwa PA dapat melimpahkan kewenangan PA dalam tugas dan kewenangan yang diatur di Pasal 9 ayat 1 kepada KPA. Butir-butir tugas dan kewenangan yang diberikan tentunya tergantung PA dalam pelimpahan kewenangan. Ketika KPA mendapatkan pelimpangan tugas dan kewenangan ini, maka KPA menjadi Pelaku Pengadaan yang terikat dengan tanggungjawab dimaksud.
  2. Pasal 10 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur bahwa KPA dalam Pengadaan Barang/Jasa melaksanakan pendelegasian sesuai dengan pelimpahan dari PA. Sama dengan penjelasan di atas, maka butir-butir tugas dan kewenangan yang diberikan tentunya tergantung PA dalam pelimpahan kewenangan.
  3. Pasal 10 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur bahwa KPA dapat menugaskan PPK untuk melaksanakan kewenangannya yang terkait dengan melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja dan/atau mengadakan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
  4. Pasal 10 ayat 5 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur bahwa dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK.
  5. Pasal 5 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa mengatur bahwa untuk diangkat menjadi PPK, maka harus terpenuhi syarat untuk pengangkatan. Syarat dimaksud sudah dijelaskan sebelumnya di atas.
  6. Pasal 11 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 mengatur bahwa selain melaksanakan tugas PPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 ayat 1, PPK melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/ KPA, yang meliputi melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; dan mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.
  7. Di dalam Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, mengatur nomenklatur lain dalam pelaksanaan pengadaan yang bukan merupakan Pelaku Pengadaan, namun memiliki kewenangan terkait dengan kontrak, yaitu munculnya keberadaan Pejabat Penandatangan Kontrak. Kewenangan Pejabat Penandatangan Kontrak merupakan kewenangan PA sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Perbendaharaan Negara, yang dapat dilimpahkan kepada KPA dan/atau PPK, serta dari KPA kepada PPK. Ruang lingkup kewenangan Pejabat Penandatangan Kontrak jika ditelusuri di dalam Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018, dimulai di proses pemilihan (menerima dan menjawab sanggahan banding), Penetapan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ), penandatanganan kontra, pengendalian kontrak, dan serah terima pekerjaan/barang.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas terkait dengan pelimpahan kewenangan atau penugasan kepada PPK, dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :

  1. PA/KPA dapat menugaskan atau melimpahkan kewenangannya kepada PPK. Kewenangan dimaksud meliputi melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja; mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas anggaran belanja yang telah ditetapkan; serta menjalankan tugas sebagai PPK sebagaimana yang diatur di Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018.
  2. Penugasan atau pelimpahan kewenangan kepada PPK dilakukan kepada personil yang memenuhi persyaratan untuk pengangkatan sebagai PPK yang diatur di Pasal 5 Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang/Jasa. Dalam hal tak terdapat personil yang memenuhi persyaratan untuk diangkat menjadi PPK, maka PA/KPA tidak melimpahkan tugas dan kewenangan tersebut.
  3. Ketika PA/KPA tidak mengangkat PPK atau tidak melimpahkan kewenangannya / tidak menugaskan kepada PPK, maka PA/KPA menjalankan kewenangan yang dimiliki PA/KPA dalam pengadaan, dan menjadi pihak yang melaksanakan tugas yang harusnya dilakukan oleh PPK. Tentunya dalam hal ini PA/KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, atau pihak lain seperti Tim Teknis, Ahli, dan Tim Pendukung.
  4. Dengan pertimbangan karakteristik organisasi/kelembagaan dari masing-masing satuan kerja, maka dimungkinkan ada beberapa pola yang terbentuk dari tata kelola personil antara PA, KPA, dan PPK, yang disesuaikan dengan pertimbangan beban kerja dan rentang kendali tentunya. Pola dimaksud antara lain :
    1. PA tidak melimpahkan kewenangan kepada KPA, namun mengangkat PPK dan melimpahkan kewenangannya kepada PPK, sehingga PPK sepenuhnya menjadi pihak yang bertindak sebagai pejabat penandatangan kontrak, mempersiapkan pelaksanaan pengadaan, dan melaksanakan pekerjaan dalam kontrak, serta sampai pada tahapan serah terima. Peran PA di sini adalah mengawasi secara keseluruhan penyelengaraan pengadaan yang merupakan bagian dari penggunaan keuangan.
    2. PA melimpahkan kewenangan kepada KPA, dan KPA melimpahkan kewenangannya kepada PPK. Sehingga PPK diangkat dan menerima pelimpahkan kewenangan dari PA/KPA. Dalam hal ini PPK sepenuhnya menjadi pihak yang bertindak sebagai pejabat penandatangan kontrak, mempersiapkan pelaksanaan pengadaan, dan melaksanakan pekerjaan dalam kontrak, serta sampai pada tahapan serah terima. Peran PA/KPA di sini adalah mengawasi secara keseluruhan penyelengaraan pengadaan yang merupakan bagian dari penggunaan keuangan.
    3. PA melimpahkan kewenangannya kepada KPA dan mengangkat PPK sesuai dengan penugasan (tugas sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018). Atas kondisi ini maka PA tidak menandatangani kontrak, namun menjadi penanggungjawab kegiatan dan mengawasi secara keseluruhan penyelengaraan pengadaan yang merupakan bagian dari penggunaan keuangan. KPA menjadi pejabat penandatangan kontrak, dan PPK menjadi tim kerja atau tim pendukung KPA dalam mempersiapkan dan melaksanakan kontrak sampai dengan serah terima.
    4. PA melimpahkan kewenangannya kepada KPA dan tidak mengangkat PPK. Sehingga PA tidak menandatangani kontrak, namun menjadi penanggungjawab kegiatan dan mengawasi secara keseluruhan penyelengaraan pengadaan yang merupakan bagian dari penggunaan keuangan. KPA menjadi pejabat penandatangan kontrak, mempersiapkan dan melaksanakan pekerjaan dalam kontrak hingga serah terima. Tentunya dalam hal ini KPA dapat dibantu oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, atau pihak lain seperti Tim Teknis, Ahli, dan Tim Pendukung
    5. PA tidak melimpahkan kewenangan kepada KPA, namun mengangkat PPK dengan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Dalam hal ini PA menjadi penandatangan kontrak. PPK sebagai tim pendukung PA dalam mempersiapkan dan melaksanakan pekerjaan dalam kontrak hingga serah terima. Untuk kondisi ini PA tetap berwenang untuk mengawasi secara keseluruhan penyelengaraan pengadaan yang merupakan bagian dari penggunaan keuangan.
  5. Tugas PPK yang harus diemban oleh PA/KPA ketika tidak terdapat PPK adalah menjadi pelaku dalam tata kelola pengadaan, dengan uraian tugas sebagaimana disebut beberapa kali di atas yaitu sesuai dengan ketentuan Pasal 11 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, meliputi :
    1. menyusun perencanaan pengadaan;
    2. menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
    3. menetapkan rancangan kontrak;
    4. menetapkan HPS;
    5. menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada Penyedia;
    6. mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
    7. menetapkan tim pendukung;
    8. menetapkan tim atau tenaga ahli;
    9. melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
    10. menetapkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa;
    11. mengendalikan Kontrak;
    12. melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/ KPA;
    13. menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/ KPA dengan berita acara penyerahan;
    14. menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan; dan
    15. menilai kinerja Penyedia.

    Di samping tanggungjawab dan penugasan pada Pasal 11 tersebut, di bagian Pasal yang lain juga menjelaskan beberapa bagian yang spesifik dari tugas PPK, antara lain (sebagaimana telah dibahas di tulisan sebelumnya tentang  PPK Dalam Penyelenggaraan PBJP) :

    1. Dalam melaksanakan tugas pada tahapan perencanaan pengadaan, PPK menyusun identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya ditetapkan oleh PA/KPA (Pasal 18 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Bagian I Point 1.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    2. PPK bertanggungjawab dalam pelaksanaan persiapan pengadaan. PPK berdasarkan RKA K/L atau RKA Perangkat Daerah dan Dokumen Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa melakukan Persiapan Pengadaan Barang/Jasa yang meliputi: 1) menetapkan HPS; 2) menetapkan rancangan kontrak; 3) menetapkan spesifikasi teknis/KAK; dan/atau d. menetapkan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga. (Pasal 25 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Bagian I Point 1.2 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    3. PPK melakukan identifikasi apakah barang/jasa yang akan diadakan termasuk dalam kategori barang/jasa yang akan diadakan melalui pengadaan langsung, E-purchasing, atau termasuk pengadaan khusus (Yang termasuk pengadaan khusus, yaitu: a. Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka Penanganan Keadaan Darurat; b. Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri; c. Pengadaan Barang/Jasa yang masuk dalam Pengecualian; d. Penelitian; atau e. Tender/Seleksi Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar Negeri) (Bagian I Point 1.2 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    4. Melaksanakan konsolidasi pengadaan pada tahapan perencanaan pengadaan dan / atau persiapan pengadaan melalui penyedia. Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa adalah strategi Pengadaan. Barang/Jasa yang menggabungkan beberapa paket Pengadaan Barang/Jasa sejenis (Pasal 21 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 dan Bagian VI Point 6.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    5. Dalam melaksanakan tugas Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola yang meliputi penetapan sasaran, Penyelenggara Swakelola, rencana kegiatan, jadwal pelaksanaan, dan RAB, PPK juga berperan dalam mengevaluasi dan menetapkan rencana kegiatan yang diusulkan oleh Kelompok Masyarakat (Pasal 23 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    6. Dalam melaksanakan tugas Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola, PPK juga bertugas untuk menandatangani Kontrak dengan Ketua Tim Pelaksana Swakelola Tipe II, dengan pimpinan Ormas Pelaksanaan Swakelola tipe III, dan dengan pimpinan Kelompok Masyarakat dalam Pelaksanaan Swakelola tipe IV, sesuai dengan kesepakatan kerja sama. (Pasal 47 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).

      Di dalam pelaksanaan kontrak swakelola ini, pada Tipe II dan III, PPK dan Tim Persiapan Swakelola menyusun rancangan Kontrak Swakelola dengan Tim Pelaksana Swakelola dari Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain atau Ormas. Untuk Swakelola Tipe IV, PPK menyusun rancangan Kontrak Swakelola dengan Tim Persiapan Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola (Pasal 7 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).

    7. Dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pertanggungjawaban pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola, PPK juga bertugas menerima lapoan kemajuan pelaksanaan Swakelola dan penggunaan keuangan dari Tim Pelaksana secara berkala, serta menerima penyerahan hasil pekerjaan Swakelola dari Tim Pelaksana dengan Berita Acara Serah Terima (Pasal 49 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    8. Dalam pelaksanaan dan pengendalian kontrak, PPK juga memiliki tanggung jawab dalam hal perubahan kontrak dan menilai bahwa Penyedia mampu menyelesaikan Pekerjaan dapat tidaknya memberikan kesempatan Penyedia untuk menyelesaikan pekerjaan (Pasal 54 dan Pasal 56 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    9. Dalam pelaksanaan Serah Terima Hasil Pekerjaan melalui penyedia, Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, PPK menerima pengajuan permintaan secara tertulis dari Penyedia untuk serah terima barang/jasa, yang untuk selanjutnya PPK melakukan pemeriksaan terhadap barang/jasa yang diserahkan. Dalam tugas ini PPK dan Penyedia menandatangani Berita Acara Serah Terima (Pasal 57 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    10. Dalam pelaksanaan Serah Terima Hasil Pekerjaan melalui penyedia, Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak dan PPK menerima hasil pekerjaan tersebut, selanjutnya PPK menyerahkan barang/jasa dimaksud kepada PA/KPA. PA/KPA meminta PjPHP/ PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang akan diserahterimakan yang dituangkan dalam Berita Acara (Pasal 58 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    11. Dalam menyerahkan hasil pekerjaan melalui swakelola, Setelah pekerjaan selesai PPK menyerahkan hasil pekerjaan kepada PA/KPA. PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap hasil pekerjaan yang diserahterimakan dan dituangkan dalam Berita Acara (Pasal 17 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).
    12. Untuk pengadaan dalam penanganan keadaan darurat (meliputi : bencana alam, bencana non-alam, dan/atau bencana sosial; pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik; bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, perkembangan situasi politik dan keamanan di luar negeri, dan/atau pemberlakuan kebijakan pemerintah asing yang memiliki dampak langsung terhadap keselamatan dan ketertiban warga negara Indonesia di luar negeri; dan/atau pemberian bantuan kemanusiaan kepada negara lain yang terkena bencana), PPK bertugas untuk menunjuk pelaku usaha untuk menjadi Penyedia yang akan melaksanakan pengadaan tersebut. Penyedia yang dipilih adalah penyedia terdekat yang sedang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis atau Pelaku Usaha lain yang dinilai mampu dan memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa sejenis (Pasal 59 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    13. Menyampaikan usulan daftar hitam kepada PA/KPA atas tindakan penyedia yang masuk kategori yang dapat dikenakan sanksi masuk Daftar Hitam dari ranah tugas PPK (Pasal 78 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018).
    14. PPK bertugas menuangkan perencanaan pengadaan ke dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP). RUP adalah daftar rencana Pengadaan Barang/Jasa yang akan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah (Pasal 28 Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
    15. PPK melakukan pembayaran pelaksanaan Swakelola sesuai dengan kesepakatan yang tercantum dalam Kontrak Swakelola sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Lampiran 1 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).
    16. Dalam pelaksanaan permintaan berulang (repeat order) penyedia Jasa Konsultansi, dapat dilakukan dengan syarat Penyedia bersangkutan mempunyai kinerja baik berdasarkan penilaian PPK. Penilaian Penyedia oleh PPK meliputi: 1) Kualitas hasil pekerjaan sesuai KAK; 2) Kemajuan atau prestasi pekerjaan sesuai jadwal dan tidak ada keterlambatan; 3) Pelaksanaan pekerjaan sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam Kontrak; 4) Kualifikasi, jumlah, dan waktu penugasan tenaga ahli sesuai dengan Kontrak; dan 5) Ketaatan dan kelengkapan dalam memenuhi administrasi pekerjaan sesuai dengan Kontrak. (Bagian III Point 3.2 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    17. Untuk PPK yang menyerahkan proses E-purchasing kepada Pejabat Pengadaan, maka PPK menyampaikan spesifikasi teknis, perkiraan/referensi harga, dan rancangan Surat Pesanan kepada Pejabat Pengadaan. (Bagian V Point 5.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    18. Dalam persiapan E-Purchasing yang dilakukan oleh PPK, maka PPK melakukan pencarian pada portal katalog elektronik dan membandingkan barang/jasa yang tercantum dalam katalog elektronik, dengan memperhatikan antara lain : gambar, fungsi,spesifikasi teknis, asal barang, TKDN (apabila ada), harga barang, dan biaya ongkos kirim/instalasi/training (apabila diperlukan). Untuk pengadaan barang yang kompleks/teknologi tinggi melalui E-Purchasing, PPK dapat meminta calon Penyedia untuk melakukan presentasi/demo produk (Bagian V Point 5.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    19. Untuk Pengadaan Langsung Barang/Jasa Lainnya yang harganya sudah pasti dengan nilai paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), PPK melaksanakan peran dalam tahapan sebagai berikut: 1) Pejabat Pengadaan melakukan pemesanan Barang/Jasa Lainnya ke Penyedia; 2) Penyedia dan PPK melakukan serah terima Barang/Jasa Lainnya; 3) Penyedia menyerahkan bukti pembelian/pembayaran atau kuitansi kepada PPK; dan/atau 4) PPK melakukan pembayaran (Bagian V Point 5.4 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    20. Dalam hal PPK yang bertindak sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak tidak menyetujui hasil pemilihan Penyedia, maka PPK menyampaikan penolakan tersebut kepada Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan disertai dengan alasan dan bukti. Selanjutnya, PPK dan Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan melakukan pembahasan bersama terkait perbedaan pendapat atas hasil pemilihan Penyedia. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka pengambilan keputusan diserahkan kepada PA/KPA paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah tidak tercapai kesepakatan (Bagian VII Point 7.1 Lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia).
    21. PPK tetap melaksanakan tugas dalam perencanaan dan persiapaan pengadaan serta pelaksanaan kontrak untuk Pengadaan Barang/Jasa Yang Dikecualikan Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Yang Dikecualikan Pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).

    Dari daftar tugas PA/KPA yang menjalankan tugas PPK di atas, terdapat beberapa proses administrasi yang bersifat penyerahan hasil/tugas PPK kepada PA/KPA, seperti pada tugas setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Kontrak, PPK menerima hasil pekerjaan tersebut dan selanjutnya PPK menyerahkan barang/jasa dimaksud kepada PA/KPA. Untuk kondisi PA/KPA yang bertindak sebagai Pejabat Penandatangan Kontrak, maka proses administrasi penyerahan hasil pekerjaan dari PPK tidak dilakukan, karena PA/KPA telah langsung bertindak secara langsung sebagai penanggungjawab hasil pekerjaan dan sebagai pengguna barang/jasa. Namun proses administrasi lain yang menyertai tetap dilakukan, seperti tetap adanya peran PjPHP/PPHP untuk memeriksa kelengkapan administrasi pengadaan.

Di samping uraian tugas-tugas tersebut di atas, terdapat tugas lain PA/KPA dalam penyelenggaraan pengadaan yang diatur di dalam peraturan-peraturan pengadaan, yaitu :

  1. Pada Swakelola Tipe II, III dan IV dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara PA/KPA penanggung jawab anggaran dengan pelaksana Swakelola lainnya. Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding adalah kesepakatan antara PA/KPA penanggung jawab anggaran dan pimpinan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain, pimpinan Ormas, atau penanggung jawab Kelompok Masyarakat secara tertulis sebagai dasar penyusunan kontrak swakelola.

    Nota kesepahaman untuk Swakelola Tipe II dilakukan dengan tahapan PA/KPA penanggung jawab anggaran menyampaikan permohonan kepada Kementerian / Lembaga / Perangkat Daerah lain untuk bekerjasama menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan pada tahun anggaran berikutnya di tahun anggaran berjalan, dan penandatanganan Nota Kesepahaman pelaksanaan Swakelola dengan pimpinan Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah lain.

    Nota kesepahaman untuk Swakelola Tipe III dilakukan dengan tahapan PA/KPA penanggung jawab anggaran melakukan survei terhadap Ormas yang mampu dan terdekat dengan lokasi pelaksanaan Swakelola. Bila yang memenuhi syarat hanya ada 1 (satu) Ormas, maka PA/KPA menyampaikan undangan kepada Ormas sebagai pelaksana Swakelola. Namun dalam hal terdapat beberapa Ormas yang memenuhi syarat, PA/KPA dapat melaksanakan Sayembara, untuk menetapkan Ormas yang dapat melaksanakan Swakelola. Selanjutnya PA/KPA penanggung jawab anggaran menandatangani Nota Kesepahaman dengan penanggung jawab Ormas.

    Nota kesepahaman untuk Swakelola Tipe IV dilakukan dengan tahapan PA/KPA penanggung jawab anggaran menyampaikan undangan kepada Pokmas untuk melaksanakan Swakelola. Penanggung jawab Pokmas menyampaikan surat pernyataan kesediaan sebagai pelaksana Swakelola. Untuk selanjutnya Penandatanganan Nota Kesepahaman antara PA/KPA dengan penanggung jawab Pokmas. Dalam hal Swakelola dilaksanakan berdasarkan usulan Kelompok Masyarakat, PA/KPA menandatangani nota kesepahaman setelah PA/KPA menerima usulan tersebut.

    (Pasal 19 Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Pasal 5 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).

  2. Pada tahapan Persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Swakelola, Sasaran pekerjaan Swakelola

    ditetapkan oleh PA/KPA. (Pasal 7 Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola).

  3. Setelah terjadinya keadaan darurat PA/KPA/PPK melakukan perencanaan pengadaan yang meliputi identifikasi kebutuhan, analisis ketersediaan sumber daya, dan penetapan cara Pengadaan Barang/Jasa. PA/KPA/PPK melakukan identifikasi kebutuhan berdasarkan hasil pengkajian cepat di lapangan. (Bagian II Point 2.1 Lampiran 1 Peraturan LKPP Nomor 13 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Dalam Penanganan Darurat).
  4. Pemberian Sanksi Daftar Hitam terhadap perbuatan Penyedia ditetapkan oleh PA/KPA. (Pasal 7 Peraturan LKPP Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).

Memperhatikan kondisi permasalahan yang sering muncul dan beberapa temuan yang sering tayang di kelas pengadaan, direkomendasikan beberapa catatan dalam pelaksanaan tugas PA/KPA dalam pengadaan, antara lain sebagai berikut (mengutip beberapa bagian dari tulisan terdahulu, Catatan: Mengangkat Organisasi Pengadaan) :

  1. Mempertimbangkan Beban Kerja

    Banyak dan relatif kompleksnya dinamika penyelenggaraan pengadaan menuntut PA/KPA melakukan pemetaan kekuatan sumber daya yang ada terhadap beban kerja yang akan dilaksanakan. Tentunya akan amat bagus jika sampai mampu melakukan analisis beban kerja. PA/KPA dalam menjalankan tugas dan mendistribusinya tidak boleh secara minimalis berpikir dalam mempersiapkan daftar yang tepat atas personil yang akan ditugaskan, namun harus pastikan semua unsur jelas, kapasitas terpenuhi, dan semua paket-paket pengadaan jelas siapa tuannya sesuai ranah kewenangan.

  2. Personil Dengan Cukup dan Cakap Kualifikasi

    Setiap pihak yang akan diberikan penugasan telah diatur spesifikasi kualifikasi yang harus minimal dimiliki sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di organisasi tertentu terkadang cukup mudah untuk mendapatkannya, namun di organisasi lain tak jarang sulit sekali memperoleh personil yang layak syarat tersebut. Semisal ketika ada kegiatan pekerjaan konstruksi di satuan kerja berkarakteristik Pekerjaan Umum, rasanya cukup mudah mendapatkan personil yang menguasai dunia sipil dan arsitektural. Tapi ketika pekerjaan konstruksi tersebut berada di satuan kerja kesehatan atau pendidikan, ini menjadi beban tersendiri. Sehingga pihak yang mengangkat perlu ekstra mengatur strategi pengangkatan.

    Terdapat syarat kualifikasi yang bersifat kecukupan kompetensi norma (walau sulit diukur), seperti disiplin, tanggung jawab, dan integritas. Namun juga terdapat syarat yang bersifat teknis, seperti memiliki kualifikasi untuk kompetensi tertentu atau pemahaman kontrak, dan lain-lain. Idealnya ketika PA/KPA dengan kewenangan yang dimiliki untuk mengangkat orang, maka pastikan yang diangkat telah memenuhi semua unsur-unsur tersebut. Jika berani mengangkat personil yang tak lengkap syarat, maka pihak yang mengangkat harus bertanggungjawab untuk melengkapi kebutuhan yang diperlukan oleh pihak yang diangkat. Misal untuk pekerjaan konstruksi yang membutuhkan kompetensi teknis, ketika diangkat personil yang tidak memiliki kompetensi teknis atas pekerjaan tersebut, maka idealnya perlu didampingi pihak lain seperti ahli/tim teknis. Jangan diangkat tapi dilepas kebutuhan atas pendampingan teknis.

  3. Pengangkatan Personil Di Waktu yang Tepat

    Salah satu permasalahan yang kerap terjadi adalah PA/KPA tidak mengangkat pelaku pengadaan di waktu yang tepat. Masih terdapat pola pengangkatan dilakukan setiap tahun anggaran setelah diterimanya dokumen anggaran atau setelah ditetapkannya PA/KPA. Kondisi ini berdampak lain seperti keterlambatan waktu pelaksanaan atau yang paling tidak menyenangkan adalah dengan diangkatnya organisasi pengadaan yang tidak terlibat dalam perencanaan.

  4. Bebaskan Dari Intervensi Jahat

    Akan dzalim rasanya jika organisasi yang dibentuk dengan orang yang diangkat hanya sebatas alat untuk kejahatan semata. Menyimak pemberitaan perkara pidana di dunia pengadaan yang sekarang acap kali muncul, terlihat bagaimana pimpinan-pimpinan yang jahat menggunakan orang-orang yang diangkat untuk memenuhi keinginan melalui kewenangan orang yg diangkat. Misalkan diangkatnya PPK, namun kewenangan mereka di kebiri dengan tetap adanya intervensi harus memenangkan penyedia tertentu yang tak layak pilih atau bahkan terindikasi pidana. Perlu diperhatikan di sini adalah pastikan ketika mengangkat orang dalam organisasi pengadaan, wajib yang diangkat dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya secara optimal. Jangan berikan intimidasi dan intervensi kewenangan untuk melakukan kesalahan atau kejahatan. Yang diintervensi pun harus mampu untuk menolak dengan santun. Karena jika dilakukan proses audit atau pemeriksaan, peraturan telah menyiapkan tool evaluasi yang jelas untuk melihat siapa dan berbuat apa untuk dimintakan pertanggungjawaban. Skema yang ada ini kadang membuat pihak pengintervensi bisa luput pemeriksaan, kecuali terdapat alat bukti.

  5. Evaluasi Kinerja

    Satu hal yang kadang luput dilakukan adalah mengukur atau mengevaluasi kerja tim secara secara ilmiah. Tak jarang tidak dapat diketahui secara pasti kinerja yang telah dilakukan oleh pelaku pengadaan tersebut. Kalau dinilai bagus, tak dapat nilai kualitatif atau kuantitatif ukuran bagusnya. Kalaupun dinilai buruk, tanpa ada perbandingan nilai maka aja riskan subyektivitas tak bernalar. Untuk itu ketika diangkat pelaku pengadaan dalam tahapan perencanaan Pengadaan, pastikan pula standar kinerja dan cara pengukuran capaian kinerjanya. Hal ini akan memberikan manfaat selama proses kerja organisasi, dan dapat menjadi bahan pertimbangan di pengangkatan selanjutnya.

    Beberapa alat ukur kinerja standar yang secara obyektif dapat dipergunakan seperti : ukuran efisiensi sumber daya, ketepatan waktu, kepuasan internal/eksternal (stakeholder), penanganan risiko, deviasi pelaksanaan dengan peraturan, dan lain-lain.

  6. Cermati Penyebab Pelanggaran

    Terdapat bebearapa hal yang menjadi ranking teratas penyebab pelanggaran yang berdampat munculnya permasalahan hukum dalam pengadaan, yaitu :

    1. Ketidaktahuan peraturan
    2. Tidak melaksanakan tugas dan tanggungjawab sesuai penugasan
    3. Rakus / serakah
    4. Intervensi kuat pihak lain dan penyimpangan kewenangan
    5. Persepsi pembiasaan pelanggaran

    Untuk itu PA/KPA perlu membangun strategi mencegah hal tersebut terjadi.

  7. Mempedomani Prinsip Pengadaan, Etika Pengadaan, dan Menghindari Kerugian Keuangan Negara

    Ada kalanya PA/KPA akan berhadapan dengan situasi harus membuat keputusan yang aturan tegas mengatur atau kadang tidak tegas diatur. Untuk itu PA/KPA dituntut untuk dapat menguasai peraturan yang berlaku sesuai dengan lingkup kewenangan dan penugasan yang dimiliki. Untuk keputusan yang tidak secara spesifik aturan mengatur, maka PA/KPA perlu mengambil keputusan dengan kembali memperhatikan Prinsip dan Etika Pengadaan, serta selalu menganalisis tindakan guna menghindari terjadinya kerugian keuangan negara.

    Sebagai upaya menghindari terjadinya permasalahan, maka PA/KPA perlu membangun pola pikir dan budaya kerja, antara lain :

    1. Pahami tugas dan kendalikan intervensi yang menyimpang. Ingat tanggungjawab yang diberikan berdasarkan penugasan.
    2. Tulis yang telah dilaksanakan dalam kertas kerja, dan simpan dengan tertib dokumen yang diterima dan diterbitkan.
    3. Hindari terjadinya fiktif dan rekayasa negatif.
    4. Gunakan pendapat pihak yang ahli ketika harus membuat keputusan teknis yang tidak dipahami.
    5. Selalu peduli atas potensi risiko dengan membiasakan aktivitas kerja berbasis mitigasi risiko.
    6. Dipahami bahwa tugas dalam pengadaan adalah sebagai Ibadah, yang mengantarkan kehidupan rakyat, bangsa, dan negara menjadi lebih baik. Bukan menjadi pengantar dosa atas tindakan maksiat yang merugikan atau mengambil hak-hak orang lain yang tak ubahnya sama dengan pencuri.

Banyak penyajian tulisan yang berbeda untuk memberikan rekomendasi tata kelola pelaku pengadaan, termasuk yang dikemas dalam tulisan ini. Semoga dapat menjadi bahan i’tibar untuk ikhtiar perbaikan pelaksanaan pengadaan melalui pengelolaan sumber daya manusia yang lebih handal.

Catatan akhir :

Salah satu variabel dominan untuk melakukan perubahan tata kelola pengadaan yang lebih baik adalah para pemimpin. Jika justru pemimpin yang menyebabkan semakin terpuruknya tata kelola pengadaan, pasti cukup berat hisab yang akan dihadapi di hari perhitungan. Ingat, setiap pemimpin diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.

 

Please follow and like us:

13 thoughts on “PA dan KPA dalam PBJP”

  1. Kalau ada pekerjaan dalam pengadaan barang dan jasa nikainya diatas 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dengan sistem penunjukan langsung, itu diperbolehkan atau tidak ?

    1. Penunjukan langsung digunakan bukan karena nilai pengadaannya, tapi karena kriteria “keadaan tertentu” terpenuhi. Kriteria “keadaan tertentu” sebagaimana yang diatur di Pasal 38 Perpres 16 Tahun 2018 untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnnya, dan untuk Jasa konsultansi diatur di Pasal 41 Perpres 16 Tahun 2018.

    1. PA merupakan pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Perangkat Daerah. Ketika seseorang secara peraturan disebutkan sebagai pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran, maka menjadi Pengguna Anggaran. Misalnya pada Pimpinan Kementerian dan Perangkat daera, yang otomatis menjadi Pengguna Anggaran.
      Sedangkan untuk KPA, pada pelaksanaan APBN KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan. Adapun KPA pada pelaksanaan APBD merupakan pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan penggunaan anggaran dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Perangkat Daerah.

        1. Kepala Dinas adalah Pimpinan Perangkatan Daerah di Pemerintah Daerah. Statusnya sebagai Pengguna Anggaran dalam pengelolaan keuangan daerah.

    1. Sesuai ranah kewenangan, dalam proses pengawasan pembangunan dan anggaran dapat dilakukan oeh DPR/DPRD. Namun terlibat dalam proses pemilihan penyedia maka merupakan bentuk penyimpangan kewenangan..

Leave a Reply to Darmansyah Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *